Jumat, 16 September 2011

FUNGSI DAN PERANAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH


1.       Fungsi Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan Sekolah menurut Keputusan Menteri Pendidiknan dan Kebudayaan nomor 0103/O/1981, tanggal 11 Maret 1981, mempunyai fungsi sebagai :
a.        Pusat kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan seperti tercantum dalam kurikulum sekolah
b.        Pusat Penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa mengembangkan kreativitas dan imajinasinya.
c.        Pusat membaca buku-buku yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang (buku-buku hiburan)
Semua fungsi tersebut akan tergambar dalam koleksi pepustakaan bersangkutan.

I.                    ASPEK-ASPEK PEMBINAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

1.       Aspek Status, Ogranisasi dan Manajemen

Sampai saar ini status beberap jenis perpustakaan ,seperti perpustakaan khusus,perpustakaan sekolah, perpustakaan perpguruan tinggi dan lain-lain, belum jelas, khususnya tentang eselonisasinya. Hal ini mengakibatkan tidak jelas pula aspek-aspek lainnya, misalnya berapa luas gedung/ruangannya, berapa banyak pustakawannya, berapa banyak koleksinya dan lain-lain. Oleh karena itu status beberapa  jenis perpustakaan masih menjadi masalah yang perlu diperjuangkan. Yang statusnya telah jelas adalah Perpustakaan Nasional RI (eselon I), Perpustakaan  Daerah (eselon II) dan Perpustakaan Umum Dati II (eselon IV).
Karena status masih belum jelas maka organisasinya juga menjadi masalah sehingga organisasi perpustkaan dalam Undang-undang Perpustakaan yang akan datang dapat disusun meliputi:
1.       Kepala Perpustakaan (unsur pimpinan)
2.       Petugas tata usaha perpustakaan ( unusur pembantu pimpinan)
3.       Unsur pelaksana yang terdiri atas:
a)       Petugas pengadaan/pengolahan baha pustaka
b)       Petugas pelayanan (sirkulasi dan referensi)
c)       Petugas penyuluhan/pemasyarakatan
d)       Petugas penelitian dan pengembangan

Manajemen perpustakaan fungsi kegiatannya meliputi perencanaan,pengorganisasian,penggerakan , dan pengawasan (POAC= Planning, Organization,Actuating dan Controlling)
Dalam perencanaan kepala perpustakaan dapat menggungakan prinsip-prinsip Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBS atau Mangement By Objectives (MBO).

2.       Aspek Ketenagaan

Keberhasilan suatu perpustakaan diukur berdasarkan tinggi rendahnya kemempuan perpustakaan tersebut dalam melaksanakan fungsinya sebagai pusat kegiatan belajar mandiri serta pusat pelayanan informasi, penelitian dan rekreasi masyarakat sekelilingnya. Untuk itu sebuah perpustakaan dari segi fisiknya memerlukan pembinaan yang tepat, yang memperhatikan perpaduan aspek lokasi gedung ruangan dan  koleksi bahan pustaka agar serasi, selaras dan seimbang dengan baik. Tidak boleh terjadi alur kerja terhambat karena masalah ruang. Ini berarti bahwa petugas perpustakaan harus dapat mengatur ruang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang ada. Hal ini teruta







































Sejarah Perpustakaan di Indonesia


Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.
Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaituBrahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa.
Dari uraian tersebut nyata bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitabGatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitamKresnayana.
Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton. Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya,Kidung Ranggalawe, Sorandaka, dan Sundayana.
Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara (25 jilid), Pustaka Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid), Purwwaka Samatabhuwana (17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid), Naskah Masasastra (42 jilid), Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya pantara ning raja-raja (18 jilid), Carita sang Waliya (20 jilid), dan lainlain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada masanya. Seperti pada masamasa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M.
Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848. Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1950.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional.
Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun lembaga pemerintahan lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1842 didirikan Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pada tahun 1911 namanya berubah menjadiCentral Natuurwetenchap-pelijke Bibliotheek van het Departement van Lanbouw, Nijverheid en Handel. Nama ini kemudian berubah lagi menjadi Bibliotheca Bogoriensis. Tahun 1962 nama ini berubah lagi menjadi Pusat Perpustakaan Penelitian Teknik Pertanian, kemudian menjadi Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian. Perpustakaan ini berubah nama kembali menjadi perpustakaan ini bernama Perpustakaan Pusat Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Kini perpustakaan ini bernama Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Hasil-hasil Penelitian. Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik etis untuk membalas ”utang” kepada rakyat Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat.
Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian perpustakaan umum.Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Volkschool. Volkschool artinya sekolah rakyat yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua. Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya.
Kalau pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hindia Belanda mendirikan Indonesische Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche School (H.I.S). H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe Koan, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai).
Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum. Openbare leeszalen ini didirikan oleh antara lain Loge der VrijmetselarenTheosofische Vereeniging, dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen.
Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an yaitu mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.
Pada jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan namaHuurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah perpustakaan yang meminjamkan buku kepada kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antaraVolksbibliotheek dengan Huurbibliotheek. Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku ter-dapat penyewaan naskah, misalnya penulis Muhammad Bakir pada tahun 1897 mengelola sebuah perpustakaan sewaan di Pecenongan, Jakarta. Jenis sewa Naskah juga dijumpai di Palembang dan Banjarmasin. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik.
Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen.
Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.  Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia.
Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K. Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitas.
Daftar Pustaka
Nurhadi (1979). Perpustakaan Tertua di Indonesia: sebuah tanggapan terhadap tulisan Sulistyo-Basuki. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, vol. 5, no. 1-2.
Sulistyo-Basuki (1978). Uraian Singkat tentang Sejarah Perpustakaan di Indonesia. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, vol. 5, no. 1-2.
Sulistyo-Basuki (1994). Periodisasi Perpustakaan Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tjoen, Mohamad Joesoef dan S. Pardede (1966). Perpustakaan di Indonesia dari dari Zaman ke zaman. Jakarta: Kantor Bibliografi Nasional, Departemen P.D. dan K.
(Ditulis oleh: Abdul Rahman Saleh sebagai kontribusi untuk Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Perpustakaan).
Sumber :  Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 59

Perpustakaan pertama di Indonesia yang tercatat adalah sebuah perpustakaan gereja di Batavia yang sesungguhnya telah dirintis sejak tahun 1624 namun akibat berbagai kendala baru diresmikan pada 27 April 1643, bersamaan dengan pengangkatan pendeta Ds (Dominus) Abraham Fierenius sebagai kepalanya. Pada masa itu layanan peminjaman buku yang diselenggarakan perpustakaan gereja Batavia tersebut tidak hanya dibuka untuk perawat rumah sakit Batavia, namun juga untuk pemakai yang berada di semarang dan Juana. Setelah itu tidak terdapat catatan tentang keberadaan perpustakaan di Indonesia untuk waktu yang cukup lama.

Perpustakaan di Indonesia yang tercatat keberadaannya setelah itu adalah perpustakaan milik Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Perpustakaan ini didirikan pada 24 April 1778, semasa Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen berdiri atas prakarsa Mr J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie. Organisasi tersebut mengandalkan sumbangan dermawan serta bantuan keuangan dari Raad van Indie.

Ketika VOC bubar tahun 1799, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tetap beroperasi dengan mengandalkan sumbangan dermawan dan gubernemen. Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia dengan judul Bibliotecae Artiumcientiarumquae Batavia Floret Catalogue Systematicus, hasil suntingan P.Bleeker. Edisi kedua terbit tahun 1848 dengan judul dalam bahasa Belanda.

Karena dianggap berhasil dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya bahasa, ilmu bumi dan antropologi di Hindia Belanda, dan mampu menerbitkan Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen serta Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde secara teratur, maka pada tahun 1924 nama perhimpunan tersebut mendapat tambahan Koninklijk, sehingga menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen merupakan perpustakaan khusus karena koleksinya bersifat khusus serta pemakainya terbatas pada peneliti. Ketika pemerintah Belanda meluncurkan Sistem Tanam Paksa (Cultuur stelsel) muncullah perkebunan dan balai penelitian bidang pertanian. Sistem Tanam Paksa secara tidak langsung mendorong pendirian perpustakaan penelitian bidang pertanian serta tumbuhnya majalah pertanian di Indonesia. Salah satu perpustakaan pertanian yang paling tua serta masih sintas sampai saat ini ialah Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg yang didirikan pada tahun 1842. Pada tahun 1911 namanya diubah menjadi Centra Natuurwetenschappelijke Bibliotheek van het Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel. Nama tersebut kemudian diubah lagi menjadi Biblioteca Bogoriensis.

Pemberlakuan Tanam Paksa membawa keuntungan bagi pemerintah Hindia Belanda namun membawa kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Terjadi bencana kelaparan di berbagai tempat, misalnya di Purwodadi. Berbagai kesengsaraan yang dialami bangsa Indonesia tersebut menimbulkan kritikan pedas dari kalangan Parlemen Belanda disertai tuntutan untuk membalas hutang budi penduduk Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menerapkan kebijakan hutang budi yang diwujudkan dalam bentuk Etisch Politiek (Politik Etis), terdiri dari irigasi, transmigrasi dan edukasi.

Dalam kaitannya dengan edukasi, pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah bagi pribumi yang dinamakan volkschool (sekolah rakyat), yang menerima tamatan sekolah rendah angka dua (ongko loro). Perpustakaan pada volkschool disebut Volksbibliotheek dengan koleksi dipasok oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka).

Volksbibliotheek melayani bacaan bagi guru, murid dan penduduk sekitar sekolah. Pelayanan untuk penduduk sekitar ini merupakan langkah maju karena dengan demikian perpustakaan sekolah sudah terlibat dalam kegiatan komunitas, sesuatu yang baru dilancarkan UNESCO enam puluh tahun kemudian. Murid dan guru tidak dipungut bayaran , sedangkan komunitas setempat harus membayar 2,5 sen untuk dua buku yang dipinjam selama dua minggu. Karena volkschool berada di bawah wewenang Kantor Pendidikan, maka secara berkala inspektur sekolah memeriksa perpustakaan yang mencakup inventaris peprustakaan serta data peminjaman.
Untuk Volksbibliotheek Jawa artinya volkschool yang berada di lingkungan etnik Jawa, pemerintah Hindia Belanda menyediakan 417 judul buku berbahasa Jawa serta 282 buku berbahasa Melayu. Untuk Volksbibliotheek Sunda, pemerintah Hindia Belanda menyediakan 291 judul buku berbahasa Sunda serta 282 buku berbahasa Melayu. Untuk Volksbibliotheek Madura disediakan 67 judul buku dalam bahasa Madura serta 282 judul dalam bahasa melayu,. Untuk Volksbibliotheek Melayu, setiap perpustakaan sekolah memperoleh 328 judul buku berbahasa melayu.

Pada zaman Hindia Belanda sebenarnya tidak ada perpustakaan umum yang didanai oleh anggaran pemerintah. Perpustakaan umum justru didirikan oleh pihak swasta. Perpustakaan umum yang didirikan oleh swasta disebut openbare leeszalen, artinya ruang baca terbuka atau ruang baca (untuk) umum. Adapun lembaga yang mendirikan openbare leeszalen adalah Gereja Katolik, Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen.
Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah mendirikan universitas dalam arti sesungguhnya. Yang mereka dirikan ialah semacam sekolah tinggi. Justru yang pertama kali berdiri ialah Technische Hoogeschool yang didirikan pada tahun 1918 dan kemudian resmi menjadi sekolah tinggi pada tahun 1920. School tot Opleiding voor Indische Aarts (STOVIA) di Surabaya, Rechts Hogeschool di Batavia (1924) serta Geneeskunde Hogeschool di Batavia (1927), Faculteit van Landbouw Wetenschapen en Wijsgebeerte di Buitenzorg (Bogor) pada tahun 1941 dan terakhir Faculteit van Letterkunde di Batavia (1941). Kesemuanya memiliki semacam perpustakaan fakultas. Ketika pemerintah Indonesia membentuk Universiteit Indonesia tahun 1950, kesemua sekolah tinggi dan faculteit itu berubah menjadi fakultas. Penyatuan itu yang menyebabkan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia dimulai dari perpustakaan fakultas baru menyatu menjadi perpustakaan universitas.
Pada zaman sebelum perang (1942) Indonesia mengenal perpustakaan sewa, disebut huurbibliothek. Pada awalnya openbare leeszalen dengan huurbibliotheek sering “bersaing” dalam memenuhi kebutuhan bacaan pemakainya, kemudian secara alamiah terjadi penjurusan yang berbeda. Bila openbare leeszalen lebih banyak menyediakan bacaan ilmiah dan ilmiah populer, maka huurbibliotheek cenderung menyediakan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris dan Prancis serta buku untuk remaja.

Huurbibliotheek terdapat di Batavia, Soerabaia, Malang, Jogjakarta, Madioen dan Solo, dikelola oleh penerbit forma G. Kolff & Co. Toko buku Visser mendirikan huurbibliotheek di Bandoeng. Huurbibliotheek lainnya ialah Viribus Unitis di Batavia, C.G. van Wijhe di Soerabaia serta Leesbibliotheek Favoriet di Batavia. Lazimnya ketiga perpustakaan sewa yang disebut terakhir ini menyediakan bahan bacaan yang dibeli dari pedagang buku loakan serta berbagai roman kuno yang dibeli dari tangan kedua sehingga peranan mereka dalam persewaan buku tidaklah maknawi.
Di samping persewaan buku, ada juga persewaan naskah di Batavia yang diselenggarakan oleh penulis Moehammad Bakir tahun 1897 yang mengelola sebuah perpustakaan sewa naskah di Pecenongan. Naskah disewakan bagi umum dengan imbalan sekitar 10 sen per malam disertai himbauan agar jangan terkena ludah sirih atau minyak lampu teplok! Perpustakaan serupa terdapat juga di Palembang dan Banjarmasin.

Masih ada perpustakaan lain, yaitu yang didirikan oleh kraton, misalnya perpustakaan Radyo Poestoko di Yogyakarta dan perpustakaan serupa di lingkungan Mangkunegaraan, Surakarta. Di pulau Penyengat sekitar akhir abad 18 diketahui adanya sebuah perpustakaan umum yang didirikan oleh penguasa setempat.

Pada zaman pendudukan Jepang tidak ada kegiatan kepustakawanan, karena Jepang mengerahkan semua tenaga untuk keperluan mesin perang. Pada awal kekuasaannya, Jepang melarang peredaran buku berbahasa Belanda, Inggris dan bahasa Eropa lainnya. Semua sekolah tinggi ditutup. Baru ketika Jepang mulai terdesak beberapa sekolah tinggi dibuka kembali, untuk keperluan Jepang.

Akhirnya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didirikan di Jakarta dan Rijksmuseum di Amsterdam sejak tahun 1995 telah memulai adanya kerjasama dalam pelestarian warisan budaya bangsa. Pada tahap pertama dikhususkan pada gambar-gambar yang dibuat oleh Johannes Rach (1720-1783). Koleksi yang dimiliki Perpustakaan Nasional RI sebanyak 202 buah gambar merupakan jumlah terbesar dari seluruh gambar Rach yang merekam peristiwa penting di Indonesia dan beberapa negara di Asia. Sebagai salah satu museum terbesar di negeri Belanda, Rijkmuseum juga memiliki gambar Johannes Rach yaitu sebanyak 40 buah gambar. Agar dapat didayagunakan oleh masyarakat luas kedua pihak telah menjajaki kemungkinan untuk mengumpulkan koleksi tersebut dan dipublikasikan dalam bentuk pameran maupun terbitan.

Pengertian-Peran- dan Tujuan Perpustakaan


Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke mapcetak atau hasil seni lainnya, mikrofilmmikrofichetape audioCD,LPtape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia.
Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalamperpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer).

Perpustakaan merupakan upaya untuk memelihara dan meningkattkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisasi secara baik dan sisitematis, secara langsung atau pun tidak langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini, terkait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan

Tujuan perpustakaan adalah untuk membantu masyarakat dalam segala umur dengan memberikan kesempatan dengan dorongan melelui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka: a. Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesimbungan; b. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik; c. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik; d. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemempuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia; e. Dapat meningkatkan tarap kehidupan seharihari dan lapangan pekerjaannya; f. Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa; g. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial.



Pengertian Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi

ARTI DAN PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DENGAN:ARSIP, MUSEUM, PUSAT DOKUMENTASI, PUSAT INFORMASI 

Arti dan perbedaan perpustakaan dengan: Arsip Museum Pusat dokumentasi Pusat informasi ARTI: Arti perpustakaan: kumpulan materi yang tercetak dan media non cetak dan di gunakan oleh pemaki. Arti arsip: suatu catatan yang tidak di gunakan untuk melakukan kegiatan namaun disimpan baik sebagai bukti keaslian. 
PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DENGAN ARSIP Perustakaan: menyimpan dan menyediakan koleksi dan bahan tercetak tertentu lainya. Perpustakaan: Mengumpulkan. Perpustakaan: subyek. Perpustakaan: secara nomor kelas. Perpustakaan: menyediakan bahan bacaan. Perpustakaan: buku bisa di fotokopi. Perpustakaan: pustakawan berinteraksi dengan buku satuan individu. Perpustakaan: buku sumber sekunder. Perpustakaan: pemakai lebih luas. . Arsip:memelihara akumulasi arsip dan dinamais atau makalah dari menjadi organik dan peroranagn termasuk bahankearsipan tercetak semacam bahan buku panduan yang di keluarkan oleh sebuah badan, lembaga/ institusi. Arsip: menerima Arsip: tupoksi (catatan yang dilestarikan) Arsip: di simpan di Nasional Arsip sebagai kegiatan Arsip tidak bisa di fotokopi Arsip: sebagai satuan tidak lazim dalam perorangan Arsip: sumber primer Arsip: pemakai terbatas 

ARTI : Museum adalah PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DENGAN MUSEUM Perpustakaan: Perpustakan: lebih banyak kertas atau buku atu media lainya. Perpustakaan: menyimpan barang yang bisa di pinjamkan. Museum: Museum: lebih banyak menyipan barang yang sejenis. Museum: menyimpan barang yang tidak boleh di pinjam. ARTI: Dokumentasi menurut Paul Otlet pada International Economic Conference tahun 1905. adalah kegiatan khususu berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran dokumen. Dalam Encyclopedia Britanica juga mengemukakan tenteang dokumentasi adalah sebagai berikut: dokumentasi adalah semacam pengawasan dan penyusunana bibiliografi, yang mengunakan alat-alat seperti seperti indeks, sari karnagn dan isei bibiliografi disamping memakai cara tradisional (klasikal dan katalogisasi), untuk membuat informasi itu dapat dicapai. Federataion Internationale de Decomentation (FID). yang di bentuk oleh Paul Otlet dan Henri La Funtaine. Tahun 1938. adalah: mengumpulkan menyebarkan dokumen-dokumen dari semua jenis-jenis mengenai semua lapangan pekerjaan manusia (documentation C’ est reunir, classer et distribuer des document de tout genre dans tours les domaines de L’ativite humaine). Arti dokumentasi dari kesimpulkan diatas adalah: kegiatan dokumentasi melibatkan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, pemilihan dokumen sesuai dengan kebutuhan dokumentasi; memungkinkan isi dokumen dapat di akses; pemrosesan dokumen; mengklasifikasi dan mengideks; menyipkan penyimpanan dokumen; pencari kembali dan penyajianya.

 Perbedaan: Dokumentasi. dokumentasi melayani orang-orang tertentu menurut unser profil. Menghimpun ulang pada subyek yang sama. melayani pertanyaan denagn menjawab pertanyaan. menenusurkan informasi, meneluSur surat, menulusur info yang akan datang Perpustakaan. Melayani pembaca, menyediakan koleksi, melayani yang datang. Pemintaan buku dapat dibawa pulang atau bisa di baca di perpustakaan. ARTI: Pusat informasi adalah suatu pusat yang berfungsi memberikan informasi yang diolah dari sumber lain mengenai suatu bidang khusus Perpustakaan adalah kumpulan materi yang tercetak dan media non cetak dan di gunakan oleh pemaki.

 PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DAN PUSAT INFORMASI Perbedaan: Pusat informasi Menginformasikan data khusus yang di himpun oleh pusat informasi itu sendiri. Menjawab pertanyaan langsung oleh penanya baik itu lewat telepon, surat atau lewat Internet. Memberikan informasi yang akutar. Mencarikan dan memberiakan bahan literatur yang relevan. Menggunakan data statistik. Failenya tidak dapat di pinjam. Perpustakaan. Memberikan informasi melalaui buku, boleh dibaca diperpus atau boleh di pinjam. Pertanyaan langsung melalaui telepon tidak bisa langsung terjawab dengan akurat. Tersusun dengan nomor kelas. Cakupan informasi lebih luas dalam bentuk buku.
ARTI DAN PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DENGAN:ARSIP, MUSEUM, PUSAT DOKUMENTASI, PUSAT INFORMASI 

Arti dan perbedaan perpustakaan dengan: Arsip Museum Pusat dokumentasi Pusat informasi ARTI: Arti perpustakaan: kumpulan materi yang tercetak dan media non cetak dan di gunakan oleh pemaki. Arti arsip: suatu catatan yang tidak di gunakan untuk melakukan kegiatan namaun disimpan baik sebagai bukti keaslian. PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DENGAN ARSIP Perustakaan: menyimpan dan menyediakan koleksi dan bahan tercetak tertentu lainya. Perpustakaan: Mengumpulkan. Perpustakaan: subyek. Perpustakaan: secara nomor kelas. Perpustakaan: menyediakan bahan bacaan. Perpustakaan: buku bisa di fotokopi. Perpustakaan: pustakawan berinteraksi dengan buku satuan individu. Perpustakaan: buku sumber sekunder. Perpustakaan: pemakai lebih luas. . Arsip:memelihara akumulasi arsip dan dinamais atau makalah dari menjadi organik dan peroranagn termasuk bahankearsipan tercetak semacam bahan buku panduan yang di keluarkan oleh sebuah badan, lembaga/ institusi. Arsip: menerima Arsip: tupoksi (catatan yang dilestarikan) Arsip: di simpan di Nasional Arsip sebagai kegiatan Arsip tidak bisa di fotokopi Arsip: sebagai satuan tidak lazim dalam perorangan Arsip: sumber primer Arsip: pemakai terbatas ARTI : Museum adalah PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DENGAN MUSEUM Perpustakaan: Perpustakan: lebih banyak kertas atau buku atu media lainya. Perpustakaan: menyimpan barang yang bisa di pinjamkan. Museum: Museum: lebih banyak menyipan barang yang sejenis. Museum: menyimpan barang yang tidak boleh di pinjam. ARTI: Dokumentasi menurut Paul Otlet pada International Economic Conference tahun 1905. adalah kegiatan khususu berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran dokumen. Dalam Encyclopedia Britanica juga mengemukakan tenteang dokumentasi adalah sebagai berikut: dokumentasi adalah semacam pengawasan dan penyusunana bibiliografi, yang mengunakan alat-alat seperti seperti indeks, sari karnagn dan isei bibiliografi disamping memakai cara tradisional (klasikal dan katalogisasi), untuk membuat informasi itu dapat dicapai. Federataion Internationale de Decomentation (FID). yang di bentuk oleh Paul Otlet dan Henri La Funtaine. Tahun 1938. adalah: mengumpulkan menyebarkan dokumen-dokumen dari semua jenis-jenis mengenai semua lapangan pekerjaan manusia (documentation C’ est reunir, classer et distribuer des document de tout genre dans tours les domaines de L’ativite humaine). Arti dokumentasi dari kesimpulkan diatas adalah: kegiatan dokumentasi melibatkan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, pemilihan dokumen sesuai dengan kebutuhan dokumentasi; memungkinkan isi dokumen dapat di akses; pemrosesan dokumen; mengklasifikasi dan mengideks; menyipkan penyimpanan dokumen; pencari kembali dan penyajianya. Perbedaan: Dokumentasi. dokumentasi melayani orang-orang tertentu menurut unser profil. Menghimpun ulang pada subyek yang sama. melayani pertanyaan denagn menjawab pertanyaan. menenusurkan informasi, meneluSur surat, menulusur info yang akan datang Perpustakaan. Melayani pembaca, menyediakan koleksi, melayani yang datang. Pemintaan buku dapat dibawa pulang atau bisa di baca di perpustakaan. ARTI: Pusat informasi adalah suatu pusat yang berfungsi memberikan informasi yang diolah dari sumber lain mengenai suatu bidang khusus Perpustakaan adalah kumpulan materi yang tercetak dan media non cetak dan di gunakan oleh pemaki. PERBEDAAN PERPUSTAKAAN DAN PUSAT INFORMASI Perbedaan: Pusat informasi Menginformasikan data khusus yang di himpun oleh pusat informasi itu sendiri. Menjawab pertanyaan langsung oleh penanya baik itu lewat telepon, surat atau lewat Internet. Memberikan informasi yang akutar. Mencarikan dan memberiakan bahan literatur yang relevan. Menggunakan data statistik. Failenya tidak dapat di pinjam. Perpustakaan. Memberikan informasi melalaui buku, boleh dibaca diperpus atau boleh di pinjam. Pertanyaan langsung melalaui telepon tidak bisa langsung terjawab dengan akurat. Tersusun dengan nomor kelas. Cakupan informasi lebih luas dalam bentuk buku.

Selasa, 13 September 2011

Pelayanan Perpustakaan (Tata Tertib- Fasilitas- Sanksi)


 Nama  : Lailatur Rahmi
 Bp       : 609.011
 Tugas  : Pelayanan Perpustakaan

PELAYANAN PERPUSTAKAAN

Perpustakaan adalah pelayanan. Pelayanan berarti kesibukan. Bahan-bahan pustaka sewaktu-waktu harus tersedia bagi mereka yang memerlukannya. Tidak ada perpustakaan kalau tidak ada layanan.   Perpustakaan perguruan tinggi melayani sivitas akademika dalam lingkungan perguruan tinggi tersebut. Layanan ditekankan untuk menyukseskan program pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi tersebut. Perpustakaan hendaknya memberi kesempatan kepada pembaca untuk mengadakan penelitian, misalnya dalam membuat makalah kecil sampai penelitian kompleks yang melibatkan banyak pihak. Hasil penelitian tersebut kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. 

A.     Tata Tertib Layanan
Tata Tertib Perpustakaan diadakan untuk menjamin bahwa setiap pengguna/pengunjung Perpustakaan   memperoleh hak dan kesempatan yang sama dalam memanfaatkan koleksi dan sarana yang tersedia, di samping untuk menjaga keamaan dan kelestarian koleksi. Tata Tertib ini berlaku bagi setiap pengunjung/pengguna perpustakaan, tanpa kecuali.

·   Menitipkan barang bawaan yang berupa tas, kantong plastik, jaket dan semacamnya di tempat Penitipan Barang
·   Barang-barang berharga seperti uang, telepon seluler (HP), berkas penting, dan semacamnya sebaiknya tidak dititip (harus dibawa serta). Kehilangan barang-barang berharga pengunjung,  di luar tanggung jawab pihak UPT Perpustakaan
·   Memberikan kesempatan kepada Petugas Perpustakaan untuk memeriksa buku/barang bawaan sebelum meninggalkan perpustakaan
·   Melakukan tindakan/perbuatan yang dapat mengganggu pengguna/pengunjung perpustakaan lainnya tidak diperkenankan
·   Memelihara kebersihan dan keutuhan koleksi yang digunakan di dalam dan atau di luar perpustakaan. Merobek dan merusak koleksi dianggap sebagai tindakan pencurian
·   Memelihara kebersihan lingkungan dan fasilitas perpustakaan serta membuang sampah pada tempat yang telah disediakan
·   Membawa peralatan tulis sendiri dan tidak mengganggu staf perpustakaan untuk kebutuhan/kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan staf perpustakaan
·   Meletakkan koleksi yang telah dibaca (digunakan) di atas meja baca dan sekali-kali pengguna perpustakaan  tidak menyusun koleksi di rak
·   Merokok, makan, dan minum di ruang koleksi dan ruang baca tidak diperkenankan
·   Mengembalikan peminjaman tepat waktu.

B.     Fasilitas yang diperlukan dalam Pelayanan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberdayakan perpustakaan sebagai upaya meningkatkan layanan perpustakaan berorientasi pengguna, yaitu:
1.      Gedung perpustakaan yang menarik dan mudah dijangkau
Gedung perpustakaan sebaiknya didesain dengan menarik dan lokasi perpustakaan mudah diakses oleh masyarakat. Gedung perpustakaan perlu dilengkapi dengan ruang belajar bagi pengunjung, ruang multi media, ruang diskusi dan cafe atau tempat istirahat.
2.      Sarana dan prasarana pendukung layanan perpustakaan
Perpustakaan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan pengguna. Pengelola perpustakaan perlu memikirkan untuk menyediakan fasilitas yang membuat pengunjung merasa nyaman berada di perpustakaan, seperti menyediakan kursi dan meja yang cukup baik, penyejuk ruangan atau AC, dan sarana penelusuran koleksi/informasi mutu yang baik.
3.      Pemanfaatan TI saat ini menjadi kewajiban hampir dibanyak perpustakaan. TI membantu perpustakaan memperbaiki kualitas dan jenis layanan. Minimal saat ini sebuah perpustakaan harus mempunyai :
a. Jaringan lokal (Local Area Network) berbasis TCP/IP. 
b.Minimal harus ada akses ke internet untuk pustakawan  
c. Komputer buat pustakawan dan pemakai perpustakaan.
4.      Menyediakan koleksi dalam multi format
Perpustakaan perlu menyediakan koleksi baik dalam bentuk tercetak, bahan-bahan multimedia, digital, hypertext, termasuk juga pertemuan dan diskusi formal dan non formal, lengkap dengan alat untuk memutar/mendengarkan koleksi multimedia tersebut.
5.      Adding value
Pustakawan menyediakan akses hanya ke sumber-sumber yang dapat dipercaya kualitasnya. Caranya dengan membuat portal atau pintu masuk ke sumber-sumber yang telah terseleksi misalnya Virtual libraries subject-based gateways.
6.      Adanya fasilitas digital dan internet
Fasilitas digital dan internet memungkinkan pengguna perpustakaan dapat memanfaatkan informasi yang dimiliki perpustakaan tanpa mengenal waktu dan jarak. Homepage perpustakaan dapat menyajikan data bibliografis dan abstrak dari jurnal-jurnal penelitian (kalau memungkinkan dalam bentuk full text), pendidikan pemakai, berita-berita perpustakaan, informasi lokal (universitas, kota), pameran online, media komunikasi dengan pengguna (saran dan kritik), hubungan dengan situs lain, dan sebagainya.
7.      Hot Spot
Hot Spot berarti menyediakan layanan internet bebas untuk suatu lingkungan yang terbatas, sebagai contoh di sekitar gedung perpustakaan. Dengan memiliki hot spot perpustakaan menyediakan jasa penelusuran internet yang dapat diakses oleh pengguna dari Laptop/Note Book yang biasa dibawa oleh pengguna, dengan syarat memiliki LAN Card Wireless.

C.     Jadwal Pelayanan
Waktu layanan yang ada pada perpustakaan lain dengan jam kerja administrasi biasa. Hal ini dimaksudkan agar pengguna perpustakaan memiliki waktu yang cukup untuk memanfaatkan perpustakaan, dengan rincian waktu layanan:
1. Jam kerja perpustakaan dari jam 08.00–21.00.
2. Jam pelayanan hari Senin-Kamis 09.00–12.00, 13.00–15.30 dan 16.30–20.30.
3. Jam pelayan hari Jum’at dari jam 09.00–11.00, 13.30–15.30 dan 16.30–20.30.
4. Pelayanan pinjaman dari jam 09.00–16.00

D.     Sistem yang diLakukan dalam Pelayanan
 Ada 2 macam :
1.  Layanan langsung dilaksanakan oleh Perpustakaan tentang koleksi perpustakaan
dan sumber-sumber informasi lainnya melalaui pelayanan sirkulasi, referensi dan
bimbingan membaca.
2.  Layanan tidak langsung, berupa penyediaan bahan pustaka dan fasilitas lainnya,
seperti: pengaturan bahan pustaka, pengaturan tata ruang, dan mengadakan
  
Kelebihan dari sistem layanan tertutup adalah sebagai berikut:
a. jajaran koleksi akan lebih terjaga kerapihannya.
b. kemungkinan terjadinya kehilangan atau kerusakan bahan pustaka lebih kecil.
c. ruangan yang dibutuhkan untuk jajaran koleksi tidak terlalu luas.
d. Sangat sesuai untuk koleksi yang rentan terhadap kerusakan atau bersifat khusus.

Sedangkan kelemahan dari sistem layanan tertutup, antara lain sebagai berikut:
a. pemakai hanya dapat membayangkan fisik dan isi bahan pustaka sesuai dengan keterangan yang tercantum pada katalog;
b. pemakai agak sulit untuk mencari alternatif lain bila dokumen yang diperlukan ternyata tidak sesuai dengan yang dibutuhkan;
c. diperlukan petugas layanan lebih banyak.
d. bila petugas terbatas, sedangkan permintaan cukup banyak maka waktu yang diperlukan pemakai untuk menunggu jadi lebih lama.

Kelebihan dari sistem layanan terbuka, antara lain yaitu:
a. pemakai bebas memilih bahan pustaka yang dibutuhkan langsung pada jajaran koleksi.
b. pemakai dapat menemukan koleksi lain yang sesuai atau menarik minat langsung pada jajaran koleksi sehingga dapat meningkatkan minat baca pemakai.
c. pemakai dapat langsung mencari alternatif lain dengan subjek yang sama pada jajaran koleksi  
e. tidak memerlukan petugas yang banyak untuk melayani pengambilan koleksi.

Sedangkan kelemahan dari sistem layanan terbuka, antara lain sebagai berikut:
a. susunan jajaran koleksi menjadi sulit teratur;
b. Kemungkinan bahan pustaka hilang lebih tinggi.
c. Terjadi kerusakan koleksi.
 
E.     Sanksi- Sanksi  
Keanggotaan perpustakaan dapat dicatat sementara apabila yang bersangkutan terkena skorsing sampai dengan selesainya masa skorsing.
Keanggotaan perpustakaan dapat dicabut tetap apabila :
1.      Tidak memenuhi kewajiban dan tidak mentaati peraturan yang ditetapkan
2.      Tidak mengindahkan tagihan sampai 3 kali
3.      Berhenti studi tetap 


Sanksi Peminjaman :
1.      Mahasiswa yang terlambat mengembalikan koleksi perpustakaan sampai 1 (satu) minggu, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dan apabila terlambat lebih dari 1 (satu) minggu akan ditambah seribu perhari keterlambatan
2.       Anggota perpustakaan yang menghilangkan koleksi perpustakaan yang dipinjam akan dikenakan sanksi yaitu mengganti koleksi perpustakaan yang sama dan diberlakukan denda sebagaiman item diatas sampai bahan pustaka pengganti di serahkan
3.       Anggota perpustakaa yang merusakkan koleksi perpustakaan wajib mengganti buku yang di rusakkan
4.       Anggota yang mrlakukan pelanggaran tata tertib atau ketentuan perpustakaan  akan dikenakan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku