Selasa, 29 Maret 2011

makalah Ikhlas beramal



MAKALAH HADITS
KELOMPOK 3

   IKHLAS BERAMAL


Oleh :

Lailatur Rahmi           609.011
Gusrianti                     609.016
Halimah Tusa’diyah   609.033


Dosen Pembimbing :
Elizar Ilyas





JURUSAN PERPUSTAKAAN ARSIP DAN DOKUMENTASI
FAKULTAS ILMU BUDAYA ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI IMAM BONJOL
PADANG 1431 / 2010



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan bimbingan dan petunjukNya kami dapat menyelesaikan makalah tafsir  ini. Selawat dan salam kami sampaikan kepada junjungan kita Muhammad SAW yang telah meninggalkan Al-Qur’an dan sunnah bagi umatnya dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
Tugas makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kami , tugas makalah ini dipenuhi  atas mata kuliah Tafsir  dibawah bimbingan Bapak Drs.Syamsir. Tugas ini terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, atas bantuan tersebut kami  ucapkan terima kasih, semoga menjadi amal soleh disisiNya.
Tugas ini belum dapat memadai sebagai mana mestinya, untuk kesempurnaan Tugas ini kami  mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca, mudah-mudahan kehadiran Tugas ini memberi manfaat bagi penulis begitu pula bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran, untuk penyempurnaan makalah ini  .Akhirnya kepada Allah SWT kami berserah diri semoga buku ini bermamfaat adanya, Amin….!!!







Padang,18 Oktober 2010


Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

Amal yang pasti diterima adalah yang dikerjakan dengan ikhlas. Amal hanya karena Allah semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikit pun. Niat ikhlas bisa dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah amal dilakukan. Salah satu karunia Allah yang harus disyukuri adalah adanya kesempatan untuk beramal. Menjadi jalan kebaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain. Karenanya, jangan pernah menunda kebaikan ketika kesempatan itu datang. Lakukan kebaikan semaksimal mungkin dan lupakan jasa yang sudah dilakukan. Serahkan segalanya hanya kepada Allah. Itulah aplikasi dari amal yang ikhlas.

Ketika orang lain merasakan manfaat dari amal yang kita perbuat, maka yakinilah bahwa tidak ada perlunya kita membanggakan diri karena merasa berjasa. Itu semua hanya akan menghapus nilai pahala dari amal yang diperbuat. Setiap kebaikan yang kita lakukan mutlak karunia dari Allah, yang menghendaki kita terpilih agar bisa melakukan amal baik tersebut. Sekiranya Allah menakdirkan kita bisa bersedekah kepada anak yatim, itu berarti kita harus bersyukur telah menjadi jalan sampainya hak anak yatim. Tidak perlu merasa berjasa karena hakekatnya kita hanyalah perantara hak anak yatim itu, lewat harta, tenaga dan kekuasaan yang Allah titipkan kepada kita.

Selain itu, hindari sifat ’merasa’ lebih dari yang lain. Merasa pintar, merasa berjasa, merasa dermawan, apalagi merasa shaleh, seakan-akan surga dalam genggamannya. Semua yang kita miliki adalah titipan yang Allah karuniakan kepada kita untuk dipergunakan sebagai sarana penghambaan kepada-Nya.

Ketahuilah bahwa banyaknya pahala dari sebuah amal itu menunjukan kecintaan Allah bagi mereka yang mengerjakan amal tersebut dengan ikhlas. Rangkaian ujian menjadi bumbu dalam melaksanakan amal tersebut. Namun bagi yang benar-benar melakukannya hanya karena Allah, maka ia diberi ketenangan dalam menjalankannya. Insya Allah pertolongan Allah amatlah dekat bagi hamba yang berada di jalan-Nya.



BAB II
PEMBAHASAN


A.     IHKLAS

Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih.  Fungsi Ikhlas dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan  tanpa keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa.
Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersihtanpa ada campuran, baik yang bersifat materi maupun nonmateri.  Adapun pengertian ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut: Mengesankan Allah dalam berniat bagi yang melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Nya tanpa mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al- Fairuzabi :” Ikhlas karena Allah , artinya meninggalkan riya’ dan tidak pamer.
Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar bizi zahrapun.

 Sebagaimana Firman Allah SWT dlam surat Az- zumar ayat 14
È@è% ©!$# ßç7ôãr& $TÁÎ=øƒèC ¼ã&©! ÓÍ_ƒÏŠ ÇÊÍÈ  
14. Katakanlah: "Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku".



Dan dalam surat Al- An’am ayat 162-163 
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ   Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ  
162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
163. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

Dikisahkan oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang yang berperang dengan tujuan mencari pahala dan popularitas diri. Kelak, apa yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak menerima apa-apa!” Kemudian Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang mengharapkan ridha-Nya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Keterangan itu menjelaskan kepada kita agar meluruskan niat dalam beramal. Amal perbuatan sangat tergantung pada niat. Niat yang baik akan mendapatkan pahala, walaupun amalan itu sangat kecil. Tetapi niat yang buruk akan mendapatkan dosa walaupun amalan itu sangat besar menurut syariat. Berjihad merupakan amalan yang sangat besar dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar pula, baik harta maupun tenaga, bahkan bisa mempertaruhkan nyawa. Pahalanya pun luar bisa. Mati syahid merupakan mati yang paling mulia. Tetapi, jika niatnya buruk, umpamanya karena niat ingin disebut sebagai pejuang yang hebat, maka hasil yang didapatkan adalah kehinaan dan kesengsaraan di akherat nanti .
Demikian pula ikhlas merupakan dasar dari amalan hati, sedangkan pekerjaan anggota tubuh lainnya mengikut padanya dan menjadi pelengkap baginya. Ikhlas dapat membesarkan amal yang kecil hingga menjadi seperti gunung.


 Sebaliknya Riya akan mengecilkan amal yang besar hingga tidak punya timbangan di sisi Allah, melainkan lenyap begitu saja bagaukan debu yang berterbangan.[1]
Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri - ciri, diantaranya:
1.      Selalu memandang diri sendiri
2.      Khawatir terhadap popularitas
3.      Cinta dan benci karena Allah
4.      Tudak terpengaruh oleh kedudukan dan pangkat
5.      Tetap beramal meski belum terlihat hasilnya. [2]

Ikhlas, satu kata yang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan.
Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, aœSesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah. Niat adalah pengikat amal. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi teramat sangat penting dan akan membuat hidup ini menjadi lebih mudah, indah dan jauh lebih bermakna. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka.

Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah? Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa,  bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya.








B.     NIAT / MOTIVASI BERAMAL

Berkenaan dengan Niat, sebagian ulama mendefinisikan niat menurut syara’ sebagai berikut:
Artinya : Niat adalah menyegajakan untuk berbuat sesuatu disertai / berbarengan dengan perbuatannya.

Ada juga yang mendefenisikam dengan :
Artinya : Keinginan yang ditujukan untuk mengerjakan sesuatu perbuatan sambil mengharapkan ridha Allah swt dan menjalankan hukum Nya. [3]

Disepakati bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan yaitu melakukan perbuatan untuk tujuan amal kebiakan dan tentu saja bukan merupakan rangkaian perbuatan yang dilarang. Niat berperan penting dalam ajaran islam, khususnya dalam perbuatan yang berdasarkan perintah syara’ atau dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah swt. Niat akan menentukan nilai , kualitas, sserta hasilnya yakni pahala yang diperolehnya.

Orang- orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapat keuntungan dunia atau hanya sekedar ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah dan begitupun sebaliknya.Niat pada umumnya Niat sangat penting dalam menentukan sahnya suatu ibadah karena Niat termasuk rukun pertama dalam setiap melakukan amal dan ibadah, tidak sahlah suatu amal ibadah jika diawali dengan niat yang benar. Niat dalam arti motivasi juga sangat menetukan diterima atau tidaknya suatu amal dan ibadah oleh Allah SWT baik itu Sholat, puasa, zakat, naik haji dll. Shalat umpanya yang dinggap sah menurut pandangan syara’ karena memenuhi berbagai syarat dan rukunnya, belum tentu diterima dan berpahala kalau motivasinya bukan karena Allah tetapi karena manusia, seperti: ingin dikatakan rajin, tekun, dan sebagainya. Motivasi dalam melaksanakan setiap amal haruslah betul- betul ikhlas hanya mengharapkan ridho Allah saja,


Sebagaimana firman Allah dalam surat Al- bayyinah ayat 5:
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ
 Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.[4]

Niat atau motivasi itu bertempat didalam hati , siapapun tidak akan mengetahui motivasi apa yang ada didalam hati seseorang ketika mengerjakan sesuatu kecuali dirinya dan Allah saja. Dengan demikian seseorang yang melakukan suatu amal dengan baik menurut pandangan manusia, tetapi motivasinya salah atau tidak ikhlas , hal itu akan sia- sia karena Allah tidak akan melihat bentuk zahirnya tetpai melihat niat yang ada dalam hatinya. Orang yang tidak ikhlas dalam melakukan perintah Allah, misalnya untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, Allah akan memberikan balasannya didunia, tetapi Allah tidak akan memberikan apa- apa kelak di akhirat.

 Sebagaimana Firman Allah dalam surat Hud ayat 15- 16:
`tB tb%x. ߃̍ムno4quŠysø9$# $u÷R9$# $uhtFt^ƒÎur Åe$uqçR öNÍköŽs9Î) öNßgn=»yJôãr& $pkŽÏù óOèdur $pkŽÏù Ÿw tbqÝ¡yö7ムÇÊÎÈ   y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# }§øŠs9 öNçlm; Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) â$¨Y9$# ( xÝÎ7ymur $tB (#qãèuZ|¹ $pkŽÏù ×@ÏÜ»t/ur $¨B (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÏÈ  
15. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
16. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan[714].[5]

Jadi tidak lah heran jika seseorang yang ketika hidupnya didunia sudah melakukan amal kebaikan, namun di akhirat tidak menemukan apa apa karena perbuatan tersebut tidaklah dilakukan secara ikhlas karena Allah sehingga amal hilang bagaikan debu yang berterbaran . Karena niat itu adalah keinginan untuk menyengajakan suatu perbuatan. Oleh karena itu tentu saja niat itu tempatnya di dalam hati. Tetapi didlam pelaksanaan amal dan ibadah sebagian ulama masih mensyaratkan agar nat itu dilafalkan dan bentuk ucapan dan lisan. Pernyataan Nabi tentang perbuatan seseorang bergantung pada niatnya menunjukkan pentingnya niat yang dapat dilihat dari berbagai sisi. [6]

 Macam-Macam Niat

Istilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-'amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma'mul lahu]. Yang dimaksud niyatu al-’amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih.

Sedangkan niyat al-ma’mul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam al-Qur’an, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha’ (mencari). (Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sa’di dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar.


C.     MENJAUHI PERBUATAN RIYA/ SYIRIK KECIL

Riya secara bahasa berarti memperlihatkan. Riya secara istilah dijelaskan bahwa riya adalah menampakkan ibadah kepada Allah dengan maksud memperlihatkan kepada orang lain sehingga mereka memuji muji pelakunya. Riya sangat dilarang dalam Islam karena bertentangan dengan prinsip keikhlasan yang diajarkan oleh Allah dan rasul. Riya dapat menjadikan pelakunya menjadi sombong dan takabbur sehingga amal yang dilakukan menjadi sia- sia.

Riya artinya usaha dalam melaksanakan ibadah bukan dengan niat menjalankan kewajiban dan menunaikan perintah Allah melainkan bertujuan untuk dilihat orang banyak , baik untuk kemahsyuran, mendapatkan pujian atau harapan- harapan lainnnya dari selain Allah. Sebagaimana telah disinggungdalam bahasan niat, orang yang beribadah dengan riya tidak akan mendapat pahala dari Allah , itu karena orang tersebut melakukan ibadah bukan karena Allah melainkan karena makhluknya. Tak heran kalau riya adalah merupakan bahagian dari salah satu syirik kecil, Artinya orang tersebut mempercayai Allah sebagai Tuhannya tetapi pengabdiannya tidak utuh karena Allah tetpai karena makhlukNya.

Dengan kata lain , hakikat amal mereka adalah penipuan belaka, mereka selalu melaksanakan segala amal kebaikan dan ibadah bukan semata karena Allah melainkan karena makhluk Allah untuk harapan suatu pujian.

Nabi menyebut riya ini sebagai syirik kecil karena menyerupai perilaku menjadikan tandingan- tandingan Allah dalam beribadah . Perbuatan riya jelas sekali bertentangan sifat KemahaEsaan Allah dan kehendak mengarahkan manusia menyembah semata-mata kepada Nya. Nabi sangat mengkhawatirkan orang riya ini terjadi pada umatnya karena akibatnya sangat fatal sekali . Allah dalam firman banyak sekali menjelaskan akibat dari sifat  riya ini diantaranya adalah :





Surat AlbaQarah ayat 264:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=ÏÜö7è? Nä3ÏG»s%y|¹ Çd`yJø9$$Î/ 3sŒF{$#ur É©9$%x. ß,ÏÿYム¼ã&s!$tB uä!$sÍ Ĩ$¨Z9$# Ÿwur ß`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ Ïmøn=tã Ò>#tè? ¼çmt/$|¹r'sù ×@Î/#ur ¼çmŸ2uŽtIsù #V$ù#|¹ ( žw šcrâÏø)tƒ 4n?tã &äóÓx« $£JÏiB (#qç7|¡Ÿ2 3 ª!$#ur Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇËÏÍÈ    
264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168].

Oleh karena itu Imam Al- Ghazali pun , dalam kitab Ihya Ulum Ad- din membagi riya menjadi beberapa tingkat dan disamping  itu Sayyidina Ali r.a juga mengemukakan tanda- tanda dari orang riya tersebut. [7]dan Oleh karena itu nabi berpesan agar umatnya tidak terjebak dalam perilaku riya sehingga amal yang dilaksanakan tidak menjadi sia- sia di hadapan Allah.
Namun dalam kehidupan ini, kadang kita memang menemukan kenyataan, kalau ternyata amal ibadah atau amal kebaikan yang kita lakukan dengan sembunyi-sembunyi dan tidak diketahui orang lain, ternyata justru kadang jadi mengundang, fitnah, gosip, omongan yang tidak enak tentang kita. Mungkin karena orang lain tidak tahu kalau sebenarnya kita ini sudah melakukan amal shaleh, amal kebaikan seperti sedekah, tapi kita menyembunyikannya karena Allah. Maka karena ketidaktahuannya, orang-orang akan menilai kita ini sebagai orang yang pelit, tidak mau sedekah, tidak mau beramal saleh.




D.     IKHLAS DALAM BERAMAL
×ptƒ#uäur ãNçl°; ÞÚöF{$# èptGøyJø9$# $yg»uZ÷uômr& $oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù'tƒ ÇÌÌÈ   Allah berfirman :
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan”. ( QS 36 : 33 ).

Ayat tersebut – meskipun pendek dan sederhana – bercerita tentang hal yang amat luarbiasa agung dan besarnya. Banyak sekali orang-orang Islam yang hafal ayat 33 surat Yâsîn tersebut, terutama mereka yang suka mendawamkan pembacaannya pada kurun waktu tertentu. Tetapi, karena begitu seringnya dibaca dan dihafal, sampai-sampai keagungan ajaran ayat tersebut tidak mampu menyentuh kedalam jiwa para penghafal dan pembacanya. Sama seperti ketika manusia menghirup udara yang mengandung oksigen ketika bernafas. Jarang sekali manusia yang berfikir bahwa udara segar itu menyehatkan paru-paru dan diperoleh secara gratis. Manusia baru merasa begitu berharganya oksigen ketika dia terkapar sakit dan harus ditolong dengan bantuan oksigen yang tidak gratis.

Artinya, manusia cenderung tidak menghargai sesuatu yang melimpah-limpah dan mudah diperoleh. Kenyataan itulah yang menyebabkan para ahli ekonomi menyimpulkan teori supplay and demand, hukum penawaran dan permintaan. Jika barang tersedia melimpah di pasar dan permintaan sedikit, maka harga akan turun. Sebaliknya, harga akan naik, jika permintaan naik dan persediaan sedikit.

Ayat yang kita bahas ini pun bercerita tentang hal yang sangat agung, sangat luarbiasa dan sangat penting. Begitu pentingnya, sehingga Allah menyimpannya dengan perumpamaan atau simbolisasi yang sangat lembut, yang ada di sekitar kita bahkan ada pada diri kita.[8]

Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوي . فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلي ما هاجر إليه
“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907])

Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arba’in li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26). Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.” (Jami’ al-’Ulum, hal. 13)

Ibnu as-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40)


 

Ikhlas dalam Beramal Ibadah dan Amal Shaleh

 adalah melakukan suatu amal kebaikan, dan dalam melaksanakannya ditujukan semata-mata untuk Allah. Al Quran menyuruh kita ikhlas. Perhatikan firman-Nya sbb :”dan (Aku telah diperintah): “Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS Yunus [10]: 105).

Rasulullah SAW mengingatkan, Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata. (HR Abu Dawud dan Nasai). Imam Ali ra juga berkata, Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.Kendati bersimbah peluh, menghabiskan tenaga, menguras pikiran, kalau tidak ikhlas, sebesar apa pun amal, sia-sia di mata Allah. Maka, sangat rugi orang yang sedekah habis-habisan hanya ingin disebut dermawan.Ikhlas berarti kita tidak memanggil siapa pun selain Allah SWT untuk menjadi saksi atas perbuatan kita.

Ikhlas akan membuat jiwa menjadi independen, merdeka, tidak dibelenggu pengharapan akan pujian, tidak haus akan imbalan. Hati menjadi tenang karena ia tidak diperbudak penantian mendapat penghargaan ataupun imbalan dari makhluk. Penantian adalah hal yang tidak nyaman, menunggu pujian atau imbalan adalah hal yang dapat meresahkan, bahkan bisa mengiris hati bila ternyata yang datang sebaliknya.. Orang yang tidak ikhlas akan banyak menemui kekecewaan dalam hidupnya, karena orang yang tidak ikhlas banyak berharap pada makhluk yang lemah.Imbalan dari manusia tidak ada apa-apanya dibanding imbalan dari Allah SWT.Perhatikan firman Allah SWT di surah An-Nisa [4] ayat 146 :
Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikandan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. Subhaanallah, adakah yang lebih berharga dari pemberian Allah?


BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN   

1.      Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih.  Fungsi Ikhlas dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan  tanpa keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa.

2.      Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri - ciri, diantaranya:
a.       Selalu memandang diri sendiri
b.      Khawatir terhadap popularitas
c.       Cinta dan benci karena Allah
d.      Tudak terpengaruh oleh kedudukan dan pangkat
e.       Tetap beramal meski belum terlihat hasilnya. [9]


B.     SARAN

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing untuk menggapai kesempurnaan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA

1.       M. Hamdi. Ms . Bekal Khatib 2, 
2.       Saiful Islam Mubarok, Perjalanan mencari nikmat Ikhlas
3.       Rahmat syafe’I, al- hadits
4.       Ali Sati, hadits 1  



[1] M. Hamdi. Ms . Bekal Khatib 2, 54-58
[2] Saiful Islam Mubarok, Perjalanan mencari nikmat Ikhlas, hal89
[3] Rahmat syafe’I, al- hadits. 56
[4] [1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
[5] [714] Maksudnya: apa yang mereka usahakan di dunia itu tidak ada pahalanya di akhirat.

[6] Ali Sati, hadits 1 hal 35
[7] Al- hadits, Rahmat syafi’I . hal 67
[9] Saiful Islam Mubarok, Perjalanan mencari nikmat Ikhlas, hal89 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar