Selasa, 29 Maret 2011

Tafsir- TurunNya Al-Quran




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan bimbingan dan petunjukNya kami dapat menyelesaikan makalah tafsir  ini. Selawat dan salam kami sampaikan kepada junjungan kita Muhammad SAW yang telah meninggalkan Al-Qur’an dan sunnah bagi umatnya dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
Tugas makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kami , tugas makalah ini dipenuhi  atas mata kuliah Tafsir  dibawah bimbingan Bapak Drs.Syamsir. Tugas ini terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, atas bantuan tersebut kami  ucapkan terima kasih, semoga menjadi amal soleh disisiNya.
Tugas ini belum dapat memadai sebagai mana mestinya, untuk kesempurnaan Tugas ini kami  mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca, mudah-mudahan kehadiran Tugas ini memberi manfaat bagi penulis begitu pula bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran, untuk penyempurnaan makalah ini  .Akhirnya kepada Allah SWT kami berserah diri semoga buku ini bermamfaat adanya, Amin….!!!

Padang,18 Juni 2010


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

Apakah itu al-Quran?
Quran  menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih bererti "bacaan", asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata "Qur’an" dalam arti demikian sebagal tersebut dalam ayat 17, 18 surah (75) Al Qiyaamah :
“Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. kerana itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya".
Kemudian dipakai kata "Qur’an" itu untuk Al Quran yang dikenal sekarang ini.

Adapun definisi Al Qur’an ialah: "Kalam Allah s.w.t. yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah"
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad s.a.w. tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.s. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN

Allah menurunkan Al- quran kepada Rasul kita Muhammad Saw untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunnya Al- Quran merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya Al- Quran yang pertama kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat- malaikat akan kemuliaan umat Muhammad. Umat  ini telah dimuliakan Allah dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik yang dikeluarkan bagi manusia.

Turunnya Al- quran kedua kali secara berahap, berbeda dengan kitab – kitab yang turun sebelumnya,sangat mengagetkan orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia hikmah ilahi yang ada di balik itu. Rasulullah tidak menerima risalah agung ini sekaligus, dan kaumnya pun tidak pula puas dengan risalah tersebut karena kesombongan dan permusuhan mereka. Oleh karena itu wahyu pun turun berangsur- angsur untuk menguatkan hati Rasul dan menghiburnya serta mengikuti peristiwa dan kejadian- kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya. [1]


A.     Ayat Pertama dan Terakhir Turun
Ketinggian kedudukan al-Quran dan keagungan ajaran-ajarannya akan dapat merobah kehidupan manusia, menghubungkan langit dengan bumi, dan dunia dengan akhirat. Pengetahuan mengenai sejarah perundangan Islam daripada sumber utama iaitu al-Quran akan menggambarkan kepada kita mengenai pemeringkatan hukum dan penyesuaiannya dengan keadaan tempat hukum itu diturunkan yang memerlukan pembahasan mengenai apa yang pertama dan terakhir diturunkan.

 1. Yang Pertama Diturunkan
 Pendapat ini didasarkan pada hadits ‘Aisyah:
كَانَ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ مِنَ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّادِقَةَ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاَءُ فَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ يَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ أُوْلاَتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى فَجِئَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ أَقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ: اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Permulaan wahyu Rasulullah saw. telah terjadi dalam bentuk mimpi yang benar dalam tidur beliau. Beliau mendapatkan mimpi tersebut sebagaimana munculnya keheningan fajar subuh yang menyebabkan beliau suka menyendiri. Beliau biasanya menyendiri di gua Hira'. Di sana beliau menghabiskan beberapa malam untuk beribadah dengan mengabdikan diri kepada Allah SWT. sebelum kembali ke rumah. Untuk tujuan tersebut beliau membawa sedikit bekal. Setelah beberapa hari berada di sana, beliau pulang kepada Khadijah, mengambil bekal untuk beberapa malam. Keadaan ini terus berlanjut sehingga beliau didatangi wahyu ketika beliau berada di gua Hira'.

Wahyu tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril a.s dengan berkata: Bacalah wahai Muhammad! Beliau bersabda: Aku tidak bisa membaca. Rasulullah saw. bersabda: Malaikat itu kemudian memegang aku lalu memelukku erat-erat sehingga aku pulih dari ketakutan. Kemudian Malaikat itu melepasku dengan berkata: Bacalah wahai Muhammad! Beliau sekali lagi bersabda: Aku tidak bisa membaca. Rasulullah saw. bersabda: Malaikat itu kemudian memegang aku untuk kedua kalinya lalu memelukku erat-erat sehingga aku pulih dari ketakutan. Malaikat itu seterusnya melepasku dengan berkata: Bacalah wahai Muhammad! Beliau bersabda: Aku tidak bisa membaca. Rasulullah saw. bersabda: Malaikat itu kemudian memegang aku untuk ketiga kalinya serta memelukku erat-erat sehingga aku kembali pulih dari ketakutan. Kemudian Malaikat itu melepaskan aku dan membaca firman Allah
( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ )

Yang artinya: Bacalah wahai Muhammad dengan nama Tuhanmu yang menciptakan sekalian makhluk. Dia menciptakan manusia dari seketul darah beku, bacalah dan Tuhan mu Yang Maha Pemurah yang mengajar manusia melalui pen dan tulisan. Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahui.(3)

2. Bahwa yang pertama kali diturunkan adalah surat al-Mudatstsir. Pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat Jâbir, yang menyatakan:

لاَ أُحَدِّثُكَ إِلاَّ مَا حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ جَاوَرْتُ بِحِرَاءٍ فَلَمَّا قَضَيْتُ جِوَارِي هَبَطْتُ فَنُودِيتُ فَنَظَرْتُ عَنْ يَمِينِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا وَنَظَرْتُ عَنْ شِمَالِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا وَنَظَرْتُ أَمَامِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا وَنَظَرْتُ خَلْفِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ شَيْئًا فَأَتَيْتُ خَدِيجَةَ فَقُلْتُ دَثِّرُونِي وَصُبُّوا عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا قَالَ فَدَثَّرُونِي وَصَبُّوا عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا قَالَ فَنَزَلَتْ: يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ

Aku tidak akan menyampaikan kepadamu kecuali apa yang telah disampaikan kepada kami oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda: Aku telah tinggal mengasingkan diri di gua Hira’, maka ketika aku telah menyelesaikan pengasinganku, aku turun (dari gua itu), tiba-tiba aku dipanggil. Aku lalu melihat ke sebelah kananku, namun tidak melihat apa-apa, dan aku pun melihat ke sebelah kiriku, namun juga tidak melihat apa-apa. Aku kemudian menoleh ke belakangku, namun juga tidak melihat apa-apa, lalu aku angkat kepalaku, tiba-tiba saya melihat sesuatu. Aku datangi Khadijah, dan aku katakan kepadanya: Selimutilah aku, dan guyurkanlah air dingin kepadaku. Beliau pun menceritakan: Mereka pun menyelimutiku, dan mengguyurku dengan air dingin, lalu beliau bersabda: Maka, turunlah: (يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ) Yang artinya: Wahai orang berselimut, bangunlah dan sampaikanlah peringatan (dari Tuhanmu), dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu bertakbir (4)

3. Bahwa yang pertama kali diturunkan adalah al-Fâtihah Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh al-Bayhaqî.

4. Bahwa yang pertama kali diturunkan adalah Bismillâhîrrahmânirrahîm.



Perbedaan pendapat ini telah dijawab oleh para ulama’ dengan beberapa jawaban, yang paling populer adalah:

Pertama, bahwa yang dimaksud dengan “awal” atau “permulaan” dalam hadits Jâbir adalah permulaan dalam hal tertentu, artinya bukan yang benar-benar pertama kali diturunkan kepada Rasul, melainkan ayat yang pertama kali diturunkan sebagai perintah untuk memberikan peringatan. Dengan kata lain, surat al-Mudatstsir merupakan yang pertama kali diturunkan kepada Muhammad saw. sebagai Rasul, sedangkan yang pertama kali diturunkan kepada beliau saw. sebagai Nabi adalah surat al-‘Alaq.

Kedua, bahwa yang dimaksud oleh Jâbir sebagai ayat yang pertama kali diturunkan adalah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi saw. secara lengkap. Ini juga tidak bertentangan dengan realitas surat al-‘Alaq sebagai yang pertama kali diturunkan secara mutlak, karena surat tersebut belum diturunkan secara lengkap. Ini dikuatkan dengan hadits Jabir yang lain tentang jeda wahyu (fatrah al-wahy), yang menyebut surat al-Mudatsitsir. Dari kalimat yang menyatakan: al-malik al-ladzî ja’ânî bihirâ’ (malaikat yang mendatangiku di gua Hira’) dalam hadits tersebut, membuktikan bahwa kisah ini lebih akhir dibanding dengan kisah turunnya surat al-‘Alaq di gua Hira’. Ini merupakan jawaban yang paling tepat, dilihat dari sisi dalil.

2.  Yang Terakhir Diturunkan
Berbagai pendapat mengenai yang terakhir diturunkan tetapi semua pendapat ini tidak mengandungi sesuatu yang dapat disandarkan kepada Rasulullah s.a.w., malah masing-masing merupakan ijtihad atau dugaan. Al-Qadhi Abu Bakar mengatakan mungkin mereka memberitahu apa yang terakhir kali didengar oleh mereka daripada Rasulullah s.a.w. ketika beliau hampir wafat. Antara pendapattersebut ialah:
a.    Pendapat Ibn ‘Abbas-banyak riwayat yang dikaitkan dengan Ibn ‘Abbas:
• ‘Amir al-Sha’bi meriwayatkan bahawa ‘Abdullah bin ‘Abbas pernah berkata: “Ayat terakhir diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. adalah ayat mengenai riba.” Firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba - yang belum dipungut -.” (al-Baqarah:278).
• Ikrimah meriwayatkan bahawa Ibn ‘Abbas menyebut: Ayat al-Quran terakhir diturunkan adalah,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
“Dan peliharalah diri-mu daripada azab yang terjadi pada suatu hari kamu semua dikembalikan kepada Allah.” (al-Baqarah: 281)
• ‘Abdullah b. ‘Utbah r.a. katanya, ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata kepada saya: “Adakah anda tahu ayat yang terakhir sekali turun? Jawab-ku “tahu” iaitu ِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan) (al-Nasr: 1). Berkata Ibnu ‘Abbas: “Kamu benar.”
b.      Pendapat al-Bara bin ‘Azib
Berikut ialah dua kenyataan yang diriwayatkan oleh beliau:-
• Abu Ishaq al-Sabi’ee meriwayatkan bahawa al-Bara mengatakan: “Surah lengkap terakhir diturunkan ialah surah Baraah.Bukhari vol 3 Kitab al-Maghazi hadith 4364.
• Abu Ishaq al-Sabi’ee meriwayatkan bahawa al-Bara mengatakan: ”Ayat terakhir diturunkan ialah,
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَة
“Mereka (orang-orang Islam umat-mu) meminta fatwa kepada-mu (Wahai Muhammad mengenai masalah Kalalah). Katakanlah: Allah memberi fatwa kepada kamu di dalam perkara Kalalah itu………(al-Nisa’:176)
c.        Pendapat Ubay bin Ka’ab
Yusuf b. Mihran meriwayatkan daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas yang Ubay bin Ka’ab mengatakan potongan ayat al-Quran terakhir diturunkan ialah,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (iaitu Nabi Muhammad s.a.w) yang menjadi sangat berat kepadanya sebarang kesusahan yang ditanggung oleh kamu, yang sangat tamak (inginkan) kebaikan bagi kamu dan dia pula menumpahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang-orang yang beriman.” (al-Taubah:12)
d.      Pendapat ‘Aishah
Jubayr bin Nufayl berkata, “Aku pergi menemui ‘Aishah, yang bertanya kepadaku: Adakah kamu membaca Surah al-Ma’idah? Aku kata: Ya. Dia berkata: Inilah Surah terakhir yang diturunkan……”
e.       Pendapat Ummu Salamah
Mujahid b. Jabr mengatakan yang Umm Salamah berkata: “Ayat terakhir diturunkan adalah ayat,
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
“Maka Tuhan mereka perkenan doa mereka (dengan firmanNya): Sesungguhnya Aku tidak akan sia-siakan amal orang-orang yang beramal dari kalangan kamu, sama ada lelaki atau perempuan……..” (al-Nisa:195)
f.       Pendapat ‘Umar al-Khattab
Abu Sa’id al-Khudry meriwayatkan daripada ‘Umar al-Khatab yang memberitahu ayat terakhir diturunkan ialah pengharaman riba’ (al-Baqarah:275) dan Rasulullah s.a.w. wafat beberapa hari selepas itu dan perkara riba’ tersebut tidak tertinggal tanpa penjelasan.
g.       Pendapat Mu’awiyah bin Abi Sufiyan
‘Amr Qais al-Kufi meriwayatkan Mu’awiyah mengatakan ayat berikut sebagai ayat terakhir diturunkan,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada-ku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan Yang Satu; Oleh itu, sesiapa yang percaya dan berharap akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah dia mempersekutukan sesiapapun dalam ibadatnya kepada Tuhannya.” (al-Kahfi:110)
Sekiranya kita menganalisis pendapat-pendapat di atas, kita akan menghadapi kesukaran untuk menentukan ayat terakhir diturunkan kepada Rasulullah disebabkan perbezaan pendapat tersebut.  
Kesimpulannya, Ayat pertama turun tepat pada tanggal 17 romadhon saat umur rosulallah 41 tahun. Adapun ayatnya; “iqro’ bismi robbika alladzi kholaq ---‘allama al-insana ma lam ya’lam”
Adapun ayat terakhir pada tanggal 9 dzulhijjah/10 hijrah pada haji wada’. Sedangkan ayatnya adalah; “al yauma akmaltu lakum dinakum….”[2]

B.     Sejarah Turun Al- quran
 Al- Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan kepada keimanan kepada Allah dan risalah Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian – kejadian yang sekarang serta berita- berita yang akan datangt.
Sebagian besar Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu. Maka Quran turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan dengan Asbabun Nuzul.
Sebenarnya, malaikat Jibril telah menyampaikan fi rman-fi rman Allah atau Al Qur’an kepada Nabi Muhammad dengan beberapa cara. Berikut ini adalah beberapa cara turunnya Al Qur’an kepada Nabi Muhammadsaw.
Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad saw. Tanpa     memperlihatkan wujud aslinya. Rasulullah tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah berada di dalam hatinya. Suatu ketika, malaikat Jibril juga pernah menampakkan dirinya sebagai seorang laki-laki dan mengucapkankata-kata di hadapan Nabi saw. Itulah salah satu metode lain yang digunakan malaikat Jibril untuk menyampaikan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad saw.
Yang selanjutnya, wahyu juga turun kepada Nabi Muhammad saw. seperti bunyi gemerincing lonceng. Menurut Rasulullah, cara inilah yang paling berat dirasakan, sampai-sampai beliau mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun di musim yang sangat dingin. Cara yang lain adalah malaikat Jibril turun membawa wahyu kepada Nabi Muhammad saw. dengan menampak kan wujudnya yang asli. Rasulullah saw. senantiasa menghafalkan setiap wahyu yang diterimanya. Beliau mampu mengulangi wahyu tersebut dengan tepat, sesuai dengan apa yang telah disampai kan oleh malaikat Jibril. Dalam hal ini, malaikat Jibril juga berperan untuk mengontrol hafalan Al Qur’an Rasulullah saw. Al Qur’an diturunkan dalam dua periode. Periode pertama dinamakan Periode Mekah.
Nabi Muhammad saw. menerima wahyunya yang pertama di sebuah gua benama Gua Hira. Gua tersebut terletak di pegunungan sekitar Kota Mekah. Wahyu yang pertama kali beliau terima adalah lima ayat pertama surat Al Qur’an. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610), yaitu ketika Nabi Muhammad saw. berusia 40 tahun. Rasulullah saw. menyampaikan Al Qur’an secara lang sung kepada para sahabatnya –orang-orang Arab asli– sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Jika mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakan langsung kepada Rasulullah saw. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud.
“Ketika ayat ini turun (surat Al An’âm, ayat 82) yang artinya, ‘Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik .... Para sahabat gelisah dan khawatir kemudian bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya, Rasulullah siapakah di antara kita yang tidak berbuat zalim pada dirinya sendiri?’ Nabi menjawab, ‘Kezaliman di sini tidak seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah mendengar apa yang dikata kan oleh seorang hamba yang saleh, ‘... Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’ (QS Luqman, 31:3.)”
 Jadi, yang dimaksud kezaliman adalah kemusyrikan. Ini adalah salah satu cara menafsirkan ayat yang diajarkan oleh Rasulullah, yakni menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lain. Rasulullah saw. juga pernah menafsirkan kepada para sahabat beberapa ayat, seperti disampaikan Muslim dari Uqbah bin Amir Al Juhani. Dia berkata sebagai berikut. Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda di atas mimbar, ’Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki ... Al Anfâl, 8: 60).’ Lalu beliau bersabda, ‘Ingatlah bahwa kekuatan yang dimaksud di sini adalah memanah.’” Inilah yang menjadi dasar salah satu ilmu tafsir ayat ditafsirkan dengan hadits.
Para sahabat, pada masa itu, sangat antusias untuk menerima Al Qur’an, menghafal, dan memahaminya. Amalan tersebut merupakan kehormatan bagi mereka. Dikatakan oleh Annas r.a., “Seseorang di antara kami telah membaca dan menghafal surat Al Baqarah dan Âli Imrân. Orang itu menjadi besar menurut pandangan kami. Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman As Sulami sebagai berikut. Mereka yang membacakan Al Qur’an kepada kami, seperti Utsman bin Aff an, Abdullah bin Mas’ud, serta yang lain menceritakan bahwa mereka bila belajar dari Nabi saw. SEPULUH AYAT, tidak akan melanjutkannya lagi sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di dalamnya. Mereka berkata, ‘Kami mempelajari Al Qur’an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.
Dari riwayat-riwayat ini, terlihat bahwa menghafal Al Qur’an dan mempelajarinya tidak akan efektif jika tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Al Qur’an tidak akan memberikan manfaat optimal dalam meraih ridha-Nya jika hanya dihafal di tenggorokan saja.


C.     Tahap- tahap turun Al- Quran
Allah menurunkan alquran kepada manusia melalui 3 kali tahap penurunan.
1.      Di lauhil mahfudz yang semua orang tidak tau kapan, tangal, bulan, tahunnya berapa ketika turun ?Ibnu katsir lewat riwayat ibnu khatam:
“Ma min syai’in qodo allah al quran wama qoblahu wama ba’dahu illa bil lauhil mahfudz”
Artinya: “apapun yang di qodo’ Allah sebelum dan sesudah alquran , semuanya itu di letakkan di lauhil mahfudz dan tak tau dimana itu letaknya dan tidak diijinkan siapaun tau tentang lauhil mahfudz.
Adapun jumlahnya seklaigus atau jumlatan wahidatan.
2.      Dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izza (سماء الدنيا) yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak diketahui letak persisinya. Adapun jumlahnya adalah semuanya (jumlatan wahidatan) pada waktu lialatul qodar. Namun tanggalnya tidak diketahuai, adapaun bulannya sudah jelas pada bulan romadhon.
Inna anzalnahu fi lailatil al qodri
Syahru ar-romadhona alladzi unzila fiihi alquran
Semuanya ayat tadi itu menunjukkan bahwasannya penurunan alquran dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izzah. Sebetulnya tidak hanya alquran saja yang diturunkan pada bulan romadhon, namun juga;
a.       Taurot : 6 hari setelah romadhon
b.      Suhuf ibrohim : 1 romadhon
c.        Injil : 13 hari setelah romadhon
d.       Zabur : 12 setelah romadhon

Ayat pertama turun tepat pada tanggal 17 romadhon saat umur rosulallah 41 tahun. Adapun ayatnya; “iqro’ bismi robbika alladzi kholaq ---‘allama al-insana ma lam ya’lam”
Adapun ayat terakhir pada tanggal 9 dzulhijjah/10 hijrah pada haji wada’. Sedangkan ayatnya adalah; “al yauma akmaltu lakum dinakum….”[3]
Turunnya Al Qur’an pada periode pertama ini terjadi ketika Nabi saw. bermukim di Mekah (610 – 622 M) sampai Nabi Muhammad saw. melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu, kemudian disebut dengan ayat-ayat Makiyah, yang berjumlah 4.726 ayat dan terdiri atas 89 surat. Periode yang kedua adalah Periode Madinah. Sebuah periode yang terjadi pada masa setelah Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah (622 – 632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini kemudian dinamakan ayat-ayat Madaniyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat. Ayat-ayat Makiyah maupun Madaniyah yang terdapat dalam Al Qur’an memiliki beberapa perbedaan yang menjadi ciri khas.  

3.      Hikmah turun Al- Quran berangsur- angsur  
Apa yang terjadi pada tanggal tujuh belas ramadhan tahun yang keempat puluh satu dari kelahiran Rasulullah saw. Pada hari itulah permulaan turunnya wahyu. Dan berakhir turunnya yaitu beberapa hari sebelum wafatnya nabi tersebut. Jadi kira- kira dua puluh satu tahun. Setelah diteliti, hanya kira- kira delapan belas tahun. Dalam masa sedemikian lama ada yang disebut masa fitrah ( wahyu itu terhenti turunnya )yang jumlahnya sampai tiga belas tahun. Al- Quran itu turunnya berangsur- angsur, di syariatkan kepada seluruh orang. Dan saling diikuti oleh peristiwa peristiwa .
   Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
 Berfirman Allah dalam Al- Quran.
Al- Furqan 33.
Artinya :
 Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya .
Al- Israk 106.
106. Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Hikmah turun Al- Quran turun bertahap- tahap ialah supaya dapat dihafal oleh para sahabatpada waktu itu. Maksud pertama ialah menukar akidah kepada akidah. Keluar penyembahan berhala kepsda yang benar yaitu Islam. Dari angan- angan dan sangkaan- sangkaan belaka kepada suatu kepastian , dan dari tidak berimankepada beriman.
Langkah pertama dijalankan ialah memulai dakwah. Mengosongkan hati orang- orang dari kemusyrikan dan kekosongan itu diisi kembali dengan keimanan dan ketakwaan akan ajaran Allah swt, mengerjakan ibadat dengan segala hal kebajikan yang telah diajarkan. [4]
Kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Qur’an secara bertahap dari nas- nas yang berkenaan dengan hal itu. Dan kami meringkaskannya sebagao berikut:
1.        Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah s.a.w
2.        Tantangan dan mukjizat
3.        Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya
4.        Kesesuaian dengan peristiwa- peristiwa dan pertahapan dalam penetapan hukum.
5.        Bukti yang pasti bahwa Al- Quran diturunkan dari sisi yang Maha Bijaksana.  

BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN   
Kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Qur’an secara bertahap dari nas- nas yang berkenaan dengan hal itu. Dan kami meringkaskannya sebagao berikut:
1.      Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah s.a.w
2.        Tantangan dan mukjizat
3.        Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya
4.        Kesesuaian dengan peristiwa- peristiwa dan pertahapan dalam penetapan hukum.
5.        Bukti yang pasti bahwa Al- Quran diturunkan dari sisi yang Maha Bijaksana. 

Ayat pertama turun tepat pada tanggal 17 romadhon saat umur rosulallah 41 tahun. Adapun ayatnya;
“iqro’ bismi robbika alladzi kholaq ---‘allama al-insana ma lam ya’lam”
Adapun ayat terakhir pada tanggal 9 dzulhijjah/10 hijrah pada haji wada’. Sedangkan ayatnya adalah; “al yauma akmaltu lakum dinakum….”

B.     SARAN

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing untuk menggapai kesempurnaan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA
 Studi Ilmu Al- Quran, Manna Al- Qattan
Sejarah Al- quran, Ibrahim al Abyadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar